Assalamualaikum. Pertama-tama, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para syuhada. Semoga kalian semua tenang di alam sana. Mohon maaf saya tidak bisa menyelamatkan kalian.
Minggu dini hari, sekitar jam 02.30, kami berangkat dari Serang menuju Pandeglang. Perjalanan cukup jauh, melewati jalanan yang rusak. Saya naik mobil APV, yang disetiri oleh Alm. Chandra, salah satu korban.
Kami tiba di lokasi sekitar pukul 07.00 wib, kami rebahan (di rumah yang diserang) dan disuguhi sarapan. Tiba-tiba sekitar jam 09.30 wib, awalnya banyak polisi yang datang. Setelah itu pergi lagi.
Sekitar pukul 10.00 wib, datanglah massa, entah dari mana. Mereka langsung menyerang. Tidak ada dialog atau mediasi. Mereka mengacungkan senjata tajam dan melempari dengan batu.
Kami coba meredam, tapi serangan dan lemparan terus berlangsung. Kami pun melawan dengan peralatan seadanya. Saya pun ikut. Sampai akhirnya kami mundur. Saya terkena lemparan batu 3 kali lemparan baru. Kepala dan kaki kanan.
Saya bersembunyi di kali, di pinggir semak-semak. Di sana saya mendengar suara saudara kita sedang merintih. Dihajar beberapa orang. Ada salah satu saudara kita yang mencoba menolong, tapi musuh dengan ganasnya terus menghajar dengan kata-kata ,"Modar dia ku aing."
Saudara kita yang lain disuruh berenang, tapi sepertinya tidak bisa berenang. Akhirnya ditarik ke tengah sungai, diselamatkan. Anggota kami yang tidak melawan pun terus jadi amukan.
BAYARAN
Massa yang menyerang dan ternyata bayaran. Penyandang dana nya dari _________ (menyebut pejabat) yang berjanji untuk memberantas Ahmadiyah jika terpilih. Pengumpul massanya adalah _________ (lagi, menyebut pejabat) yang sangat benci pada Ahmadiyah. Menurut warga, selain massa, polisi pun dapat bayaran, supaya mereka tidak menghalangi serangan.
Setelah saya keluar dari persembunyian, saya istirahat di gubuk tengah sawah. Tiba-tiba ada seorang pemuda. Alhamdulillah, ternyata Khudham Cikeusik bernama Mulyadi selamat.
Setelah Mulyadi pergi, saya dibawa oleh seorang athfal bernama Arif ke rumahnya yang terletak di seberang rumah kejadian. Dari rumah itu, saya melihat dengan mata dan kepala sendiri, orang-orang yang menyerang baru pulang dari rumah _________ (menyebut pejabat) sambil membawa amplop cokelat. Mereka salaman dengan polisi sambil tersenyum-senyum.
Pagi-pagi sekali saya pulang ke Serang naik angkutan umum. Di angkutan tersebut, penumpang lain membicarakan tentang penyerangan dan fitnah yang ditujukan pada kita (Ahmadiyah). Kondektur di mobil umum jenis ELF itu mengatakan, kalau dirinya diajak menyerang jemaat, tapi dia nggak ikut.
Penumpang lain menimpali, memukul jemaat akan mendapatkan Rp. 1 juta. Itu juga yang mungkin menjadi pemicu massa untuk membunuh. Sekian dulu, mohon maaf bagi semua anggota jemaat. Mohon do'a juga, masih banyak anggota yang blm diketahui keberadaanya.
yang bener aja kamu, jangan menyalakan api yg masih memerah... ingat itu merupakan kutukan dari Allah kpd hambanya yang menduakan-Nya
ReplyDeletedengan cerita2 seperti ini, masih kurangkah bukti untuk berhenti memandang masalah ini dari sudut pandang agama?
ReplyDeleteIni politik cuk, tidak lebih
di balik jubah2 itu ada seragam yang tersembunyi dari mata banyak orang... dan sayangnya juga dari mata jurnalis seperti kamu
intinya kita harus lawan kekerasan. titik
ReplyDelete