Press Realease
Survei yang dibuat Dewan Pers tahun 2009 membuktikan, 88 persen responden menilai upah jurnalis di Indonesia masih jauh dari cukup. Bahkan 40 persen responden di antaranya mengaku masih digaji di bawah Rp 1 juta.
Hal yang kerap mendapat sorotan adalah realitas, perusahaan media yang umumnya belum sehat secara bisnis (Dewan Pers memperkirakan hanya 30 persen dari sekitar 3000 media yang dianggap layak bisnis).
Tapi argumen itu tidaklah dengan sendirinya dapat disimpulkan bahwa semua perusahaan media yang sehat bersedia memberikan upah yang layak. Faktanya, gaji yang ditawarkan seringkali dibuat hanya untuk menyiasati potensi gugatan atas pelanggaran standar upah minimum.
Belum lagi tren yang belakangan terjadi justru memperlihatkan infiltrasi pemilik modal baru. Perusahaan yang masuk dalam kategori ini adalah perusahaan media cetak dengan tiras terbatas dan menggaji karyawannya jauh di bawah standar upah minimum. Lalu apakah pekerja media ditakdirkan untuk menerima kondisi tersebut? Tentu tidak.
Undang-undang mengatur bahwa setiap pekerja memiliki peluang untuk ikut menentukan kondisi pengupahan di perusahaan mereka masing-masing (pasal 91 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Atas dasar hukum itulah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggagas kampanye isu upah layak secara rutin sejak tahun 2006 lalu.
Kampanye ini merupakan upaya untuk memperbaiki standar hidup jurnalis di Jakarta. Standar yang dibuat ini ditujukan bagi seorang karyawan lajang yang baru saja diangkat menjadi reporter (karyawan) tetap.
Kendati demikian, struktur penggajian yang digunakan tidaklah sepenuhnya mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, melainkan telah dimodifikasi sesusai dengan kebutuhan riil yang dihadapi jurnalis dalam kesehariannya.
Indomart dan Alfamart
AJI Jakarta survei terhadap sejumlah produk kebutuhan hidup di dua mini market (Indomart dan Alfamart) sejak dua bulan terakhir. Indomart dan Alfamart sengaja dijadikan model lantaran gerai yang mereka miliki banyak tersebar di sekitar pemukiman warga. Harga jual produk mereka pun relatif seragam. Sementara kios-kios umum yang dimiliki secara perseorangan, harga jual produknya sangat bervariasi. Surbey juga dilakukan untuk sandang dan kebutuhan elektronik di sejumlah pasar tradisional dan pasar modern.
Dari hasil survei tersebut ditemukan nilai nominal upah layak tahun 2010 sejumlah Rp 4,6 juta. Angka ini meningkat Rp 100 ribu jika dibanding hasil survei tahun sebelumnya. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada komponen makan. Sementara peningkatan untuk komponen lain relatif lebih kecil. Kenaikan tersebut hanya berjumlah 2,1 persen. Jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi tahun 2010 yang besarannya dipatok diangka 5,7 persen.
Tidak hanya itu. AJI Jakarta juga kembali merilis hasil survei gaji jurnalis Jakarta. Parameter yang kami gunakan mengacu pada kondisi pengupahan yang diperoleh seorang jurnalis yang baru saja diangkat menjadi karyawan tetap. Hasilnya mencengangkan. Sebagian jurnalis ternyata masih ada yang digaji dikisaran Rp 1 juta dan adapula yang telah bekerja selama lebih dari dua tahun namun belum juga diangkat menjadi karyawan tetap.
AJI Jakarta berharap, apa yang telah dilakukan dapat dijadikan panduan bagi rekan-rekan jurnalis dalam menegosiasikan kebijakan pengupahan di perusahaan masing-masing, dan memecahkan kebuntuan atas polemik standar upah bagi jurnalis lajang di Jakarta, serta memperbaiki kondisi kesejahteraaan jurnalis Jakarta.
| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |
No comments:
Post a Comment