Iman D. Nugroho
Koordinator Koalisi Tolak Kriminalisasi Pers Makassar, Jupriadi Asmaradhana dan terdakwa kasus pencemaran nama baik karena kasus Surat Pembaca, Khoe Seng Seng menerima Udin Award 2009 dan Tasrif Award 2009 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Sementara itu, otak pembuhan wartawan Radar Bali Prabangsa ditetapkan sebagai musuh bersama kebebasan pers di Indonesia. Hal itu disampaikan Ketua AJI Indonesia Nezar Patria di Jakarta, Kamis (6/8) ini. Pemberian award itu dilaksanakan dalam rangka Ulang Tahun AJI ke-15 yang akan berlangsung 7 Agustus mendatang di Usmar Ismail Hall, Jakarta.
Upi Asmaradhana dinilai tepat menerima Udin Award 2009 karena dianggap teraniaya atas kegiatan jurnalistik yang dilakukannya. Terutama, ketika mantan wartawan Metro TV ini memberikan perlawanan kepada mantan Kepala Polisi Sulawesi Selatan dan Barat, Irjen Sisno Adiwinoto yang meminta pejabat tidak ragu-ragu memidanakan jurnalis. Aktivis AJI Makassar ini kemudian mendirikan Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Makassar, dan melaporkan Sisno ke Markas Besar Kepolisian. Namun, tindakan itu membuat Sisno berang dan menuntut Upi melalui hukum.
Sementara Khoe Seng Seng dinilai AJI Indonesia mewakili semangat Tasrif Award, ketika Seng Seng berjuang keras untuk melawan tuntutan hukum PT. Duta Pertiwi. Seng Seng dianggap mencemarkan nama baik perusahaan itu melalui dua Surat Pembaca yang ditulisnya di Harian Kompas dan Harian Suara Pembaruan. Dalam dua Surat Pembaca itu, Seng Seng menjelaskan apa yang dialaminya saat berurusan dengan PT. Duta Pertiwi, dalam kasus Kios di ITC Mangga Dua. PT. Duta Pertiwi menuntut Seng Seng di muka hukum dengan ancaman milyaran rupiah. Kasus itu kini ditangani Mahkamah Agung. "Baik Upi maupun Seng Seng adalah contoh upaya penegakan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia," kata Ketua AJI Nezar Patria.
Menyangkut penetapan Musuh Bersama Pers Indonesia, AJI Indonesia secara khusus menyoroti kasus pembunuhan wartawan Radar Bali, Prabangsa. Menurut organisasi yang didirikan 15 tahun lalu untuk melawan penindasan Orde Baru ini, kasus itu sangat mencederai upaya kebebasan pers di Indonesia. Bahkan, setelah peristiwa itu, terjadi budaya self cencorship di media massa Indonesia. "Untuk itu, kita menetapkan pelaku dan aktor intelektual pembunuhan Prabangsa sebagai musuh bersama pers Indonesia," kata Nezar Patria. Pada tahun 2008, AJI Indonesia menetapkan prilaku kekerasan massa sebagai musuh bersama. Sementara tahun 2007 polisi menjadi Musuh Bersama Pers.
Di sela-sela Ulang Tahunnya ke-15, AJI Indonesia juga menganugerahkan hadiah Apresiasi Jurnalis Jakarta (AJJ) pada Levianer Silalahi dari RCTI, Irvan Imamsyah dan KBR 68H, Boy Harjanto dari Indo Pos dan Bagja Hidayat dari Majalah Tempo."Ini adalah upaya AJI Jakarta untuk mendorong jurnalis membuat karya berkualitas," kata Sekretaris AJI Jakarta, Umar Idris.
No comments:
Post a Comment