Sebuah Cerpen karya Senja Medinah
Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Tak kupedulikan dinginnya angin pagi yang menusuk-nusuk hingga ke tulang rusuk. Tak kuhiraukan empuknya bantal dan hangatnya selimut yang biasa memelukku setelah ritualku. Bahkan tak kuindahkan tumpukan tugas akhir yang harus kupresentasikan kepada dosen pembimbingku, siang nanti.
Dan, ku di sini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Menjemput mimpimu. Melepas rindumu. Membahasakan cintamu. Menemui kasihmu.
Tapi kutetap disini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Mengkhawatirkanmu. Membawakanmu roti, takut engkau kelaparan dalam perjalanan. Mengingatkanmu membawa jaket kulit, khawatir engkau kedinginan dalam kereta ber-AC. Menyelipkan minyak kayu putih di dalamnya. Menyertakanmu beberapa pesan, khawatir engkau tertidur dan teledor dalam perjalanan.
“Isikan pulsaku dong,” pintamu. Seribu kali aku yakin dengan sangat. Pulsa itu bukan untuk menelphoneku. Pulsa itu bukan untuk sekedar menanyakan keberadaan dan keadaanku, bahkan hanya melalui pesan singkat. Pulsa itu, bukan untuk sekedar mengabariku bahwa kau akan pulang dengan cepat.
Tapi, tetap saja. Kuanggukkan kepalaku. Mengabulkan permintaanmu. Meski bukan untukku. Seperti halnya saat ini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Meluruhkan adrenaline-mu…
Hingga ku tetap di sini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Melihatmu sibuk menelephone. Memunggungiku. Mendengar pembicaraanmu. Sesekali dengan nada serius. Menggerutu. Lebih jelas dengan ketaksabaran. Menunggu keberangkatan kereta. Sambil menyedot rokok. Gelisah.
Masih, ku tetap di sini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Yang berjalan menjauh. Diantara jejal penumpang. Diantara pedagang asongan. Menuju kereta yang siap berangkat. Tanpa menolehku. menggendong tasmu. Tanpa menolehku. Mencari kursimu. Tanpa menolehku. Tanpa memutus telephonemu. Tanpa menolehku.
Tapi, ku tetap di sini. Di stasiun kereta. Kini jam 6 pagi. Berkeras mengantarmu. Bersama kereta yang bergerak. Dengan lambaian tangan. Tanpa menutus telephonemu. Hingga menjauh.
Dan, ku tetap di sini. Di Stasiun kereta yang mulai sepi. Jam 6 pagi. Diantara pedagang asongan yang menjajakan koran dan permen. Diantara para pengantar lainnya. Meski tlah menjauh. Meski tlah tak tampak oleh mata. Meski ku tahu…
Ku, tetap di sini. Di stasiun kereta….
Kapan kau pulang?
Youtube Pilihan Iddaily
BERITA UNGGULAN
INDONESIA JADI FINALIS KEJAHATAN TERORGANISIR DAN KORUPSI
Sepertinya bakal rame nih. Pagi ini, saya membaca postingan @emerson_yuntho di media sosial X, tentang masuknya Indonesia sebagai finalis ...
Postingan Populer
-
Entah jam berapa tepatnya, tapi yang pasti dini hari, ritual menikmati media sosial Tiktok menemukan sebuah akun (lagi-lagi, saya lupa nama ...
-
Sepertinya bakal rame nih. Pagi ini, saya membaca postingan @emerson_yuntho di media sosial X, tentang masuknya Indonesia sebagai finalis ...
-
Lontong balap | Sebelumnya, saya tidak pernah merasa, apa yang saya lakukan ini adalah sebuah wisata. Apalagi wisata kuliner.
Banyak dikunjungi
-
Entah jam berapa tepatnya, tapi yang pasti dini hari, ritual menikmati media sosial Tiktok menemukan sebuah akun (lagi-lagi, saya lupa nama ...
-
Sepertinya bakal rame nih. Pagi ini, saya membaca postingan @emerson_yuntho di media sosial X, tentang masuknya Indonesia sebagai finalis ...
-
Lontong balap | Sebelumnya, saya tidak pernah merasa, apa yang saya lakukan ini adalah sebuah wisata. Apalagi wisata kuliner.
-
Kali ini tentang buku dari Vijay Prashad berjudul The Darker Nations: A People’s History of the Third World. Dalam bahasa Indonesia, kurang ...
-
Awal tahun 2025, 1 Januari 2025 menjadi istimewa, karena bersamaan dengan hari pertama Bulan Rajab. Salah satu bulan versi kalender Islam in...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar