Iman D. Nugroho, Surabaya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menilai praktek perdukunan Ponari, Jombang sudah menimbulkan korban dan harus segera di stop. Hal itu dikatakan Ketua MUI Jawa Timur, Abdusomad Bukhori, Rabu (18/2/09). "Praktek itu bisa menimbulkan korban dan membahayakan, maka harus distop," katanya. Untuk menguatkan usulan itu, MUI akan mengirim surat ke Gubernur Jawa Timur Soekarwo, untuk segera bertindak agar tidak sampai kembali jatuh korban.
Dalam pengamatan MUI, apa yang dilakukan masyarakat di Jombang sudah sangat berlebihan. Seperti menggunakan air comberan, lumpur dan air hujan yang menetes dari atap rumah Ponari sebagai bahan obat alternatif. "Kalau ada yang meyakini batu Ponari bisa menyembuhkan, itu sangat berbahaya dan bisa mendangkalkan akidah," kata Abdusomad Bukhori. Lebih jauh MUI mengingatkan kepada umat Islam, agar tidak salah niat dan percaya kepada batu.
Fenomena Ponari sebagai "dukun sakti" terus menjadi bahan pembicaraan di Jawa Timur dan bahkan di Indonesia. Jumlah pasien yang terus mebludak hingga lebih dari 5000-an orang perhari menciptakan euforia. Empat orang meninggal dunia karena berdesakan dan kecapaian. Belum lagi dengan jumlah efek samping yang tercipta. Seperti ekonomi dengan dibukanya kios makanan kecil, penginapan dan tempat parkir. Dalam sehari, omset yang dihasilkan lebih jadi Rp.1 miliar.Bagaimana tidak, biaya parkir untuk mobil Rp. 50 ribu/mobil, dan sepeda motor hingga Rp.10 ribu/mobil. Belum lagi harga makanan dan minuman yang dijual di sekitar rumah Ponari melambung tinggi.
Cerita tentang Ponari juga diwarnai dengan sengketa antara orang tua kandung Ponari, Kamsen(28) dan Mukaromah (40) dengan tetangga yang selama ini menjadi "panitia" pengobatan. Kamsen yang ingin membawa Ponari pulang karena menginginkan Ponari menghentikan praktek perdukunannya dan kembali ke sekolah. Sayangnya, justru Kamsen malah dipukuli hingga dirawat di rumah sakit Jombang. "Saya hanya ingin menjemput anak saya, tapi malah dipukuli," kata Kamsen. Polisi Jombang sudah berkali-kali berusaha menutup tempat praktek dukun itu, namun gagal. Setiap harinya masyarakat tetap berduyun-duyun memadati area rumah Ponari untuk disembuhkan.
Selain soal Ponari, MUI juga menjadikan kasus aliran sesat di Blitar yang mensyaratkan pembayaran sejumlah uang untuk masuk "syurga", kasus pembunuhan seorang tokoh agama di Tuban dan penggunaan nama MUI oleh calon legislatif, sebagai hal yang patut dicermati. Dalam kasus aliran sesat di Blitar, MUI meminta masih akan melakukan penelitian untuk melihat seberapa jauh kesesatan yang dilakukan. "Ada 10 kriteria kesesatan, kalau semuanya terpenuhi, maka aliran itu sudah jelas sebagai aliran sesat," katanya Ketua MUI Jawa Timur, Abdusomad Bukhori. Menyangkut caleg yang menggunakan status MUI, Abdusomad Bukhori meminta agar semua hal tentang MUI harus dilepaskan dari kepentingan politik.
No comments:
Post a Comment