Iman D. Nugroho, Surabaya
Terdakwa kasus pemotongan jari, John Refra (John Kai), Fransiscus Refra (Tito), Pedro Yanlain (Edo) dan Antonius Yanlain (Ton) meminta majelis hakim mempertimbangkan berbagai hal yang terungkap dan yang tidak terungkap dalam persidangan. “Kalau memang dalam persidangan tidak terbukti terdakwa melakukan semua hal yang didakwakan, maka hendaknya majelis hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah, membebaskan dari semua dakwaan dan memulihkan nama baik mereka,” kata Koordinator Penasehat Hukum, Taufik Yanuar Chandra usai persidangan, Senin (16/2) ini.
Sidang perdana penganiayaan dengan terdakwa John Kai cs memasuki agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa ini. Dalam pengamatan The Jakarta Post, persidangan kali ini mendapatkan penjagaan sangat ketat dari polisi. Termasuk sel tempat para terdakwa menunggu persidangan dan ruang tunggu pengunjung siding, tak lepas dari pengamatan polisi berpakaian dinas maupun preman. Mulai pintu masuk pengadilan, hingga ruang sidang dipenuhi oleh polisi bersenjatakan lengkap. Pengunjung yang masuk ke areal PN. Surabaya diperiksa identitasnya.
Dalam pledoi yang diberi judul “Perjalanan Panjang Mencari Keadilan Pada Putra Kai” itu diungkapkan adanya penanganan kasus kriminal yang berlebihan. Mulai penangkapan, penetapan pasal hingga pemindahan lokasi persidangan yang dari Ambon ke Surabaya. “Apa gunanya penangkapan yang berlebihan dan biaya tinggi itu, dan mengapa pula persidangan dilakukan di Surabaya,..” Tanya Taufik. Padahal, bila dilihat dari perjalan kasus di pengadilan, tidak ada penjelasan dari saksi yang menerangkan tindakan terdakwa yang sesuai dengan yang didakwakan.
Kepada pers Taufik mengatakan, pihaknya tidak menutup kemungkinan bila terdakwa memang benar melakukan kesalahan. Namun, bila memang semua itu tidak terbukti, maka sudah sepantasnya terdakwa dibebaskan. “Misalnya John Kai, dalam persidangan terungkap, John Kai hanya melakukan penamparan, apakah layak penamparan dihukum hingga 3,5 tahun penjara,” kata Taufik. Bagaimana bila John Kai yang menyuruh tindakan pemotongan tangan? “Semua itu tidak terbukti di pengadilan,..” kilah Taufik. Pengadilan, tambah Taufik, juga harus menghormati keputusan para terdakwa untuk tidak menghukum korban (Charles Refra dan Remi Refra) dengan cara adat.
“Kalau secara adat, yang harus dilakukan adalah mengikat pelaku penghinaan dengan tali dan batu dan menceburkannya ke laut dalam, Kita harus menghormati langkah terdakwa tidak melakukan itu,” kata Taufik. Keempat terdakwa, memilih untuk bungkam saat dimintai komentarnya tentang pledoi. Keempat terdakwa hanya tersenyum sangat pers mencoba mewawancarai mereka.
Seperti diberitakan sebelumnya, John Kai yang dikenal sebagai salah satu tokoh preman di Jakarta ini didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap Charles Refra dan Remi Refra, warga Tual, Maluku. Dalam kasus itu, John Kai dan kawan-kawannya didakwa telah menganiaya Charles dan Remi hingga jari-jari tangannya putus. Atas dakwaan itu, John Kai dan tiga rekannya didakwa pasal 170 KUHP tentang pengerusakan benda dan orang, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Berbeda dengan kasus criminal biasanya, kasus John Kai menyita perhatian. Mengingat sosok John Kai yang dianggap sebagai salah satu preman besar di Jakarta. Penangkapan terdakwa di Ambon pun sempat memicu demonstrasi besar yang menuntut John Kai dibebaskan. John Kai pun tunduk saat Detasemen Anti Teror 88 Polda Maluku turun tangan untuk menangkannya di Desa Ohoijang Kota Tual, Senin 11 Agustus 2008 lalu. Dalam persidangan pun, John Kai selalu menyita perhatian. Pendukung John Kai yang selalu datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan, member “warna” ketegangan. Bahkan, dalam pembacaan dakwaan, John Kai sempat mengancam untuk membunuh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
No comments:
Post a Comment