Iman D. Nugroho, Surabaya, East Java
Goresan crayon warna di tangan mungil Maidina Salsa Billa berhenti sejenak, saat Anton Mikolasch memasuki ruang kelas Sekolah Dasar Negeri (SDN) Wonokalang, Wonoayu, Sidoarjo, Selasa (2/12) pagi ini. Mata gadis kecil berusia 8 tahun yang akrab dipanggil Billa ini memandangi mahasiswa asal Austria yang ada di depannya. Anton tersenyum, begitu juga Billa yang sekejap kemudian melanjutnya aktivitasnya mewarnai gambar hitam putih. "Buku gambar dan crayon warna itu adalah salah satu hadiah dari kami, kami ingin mereka bebas mengekspresikan dirinya," kata Anton Mikolasch, anggota Education For Indonesia pada The Jakarta Post.
Program bantuan mahasiswa Eropa untuk pendidikan di Indonesia itu memang bukan pertama kali digelar. Dua tahun lalu, dengan diprakarsai oleh mahasiswa alumni pertukaran pelajar Eropa-Indonesia di Bali, dibentuklah organisasi nirlaba yang diberinama Education For Indonesia. Sebagaimana namanya, tujuan organisasi yang berbasis di German ini adalah membantu pendidikan Indonesia yang mereka pandang jauh dari kata memuaskan. "Kami tidak ingin mencampuri urusan pemerintah Indonesia soal pendidikan, ini hanyalah cara kami untuk membalas budi kepada masyakat Indonesia yang sudah memberikan kesempatan kami belajar di Indonesia," kata Anton.
Tahun ini, Anton dan teman-temannya melaksanakan program itu di 6 tempat di Indonesia. Empat diantaranya digelar di sekolah yatim piatu di Pulau Bali. Dua lainnya di Pulalu Jawa. Salah satunya di SDN Wonokalang, Wonoayu Sidoarjo. Selama dua hari, Anton dan enam temannya asal German berada di SDN Wonokalang untuk memberikan sumbangan. Berbeda dengan sumbangan pada umumnya yang hanya bersifat bantuan tanpa melibatkan masyarakat setempat, sumbangan yang diberikan tujuh mahasiswa Eropa itu lebih banyak melibatkan pihak sekolah dan masyakat sekitar.
Anton menyadari, sebagai organisasi nirlaba buatan mahasiswa, pihaknya tidak memiliki dana yang besar untuk melaksanakan program bantuan. Karena itu, mereka pun melakukan study awal sebelum menentukan sekolah yang akan dibantu. " Di SDN Wonokalang misalnya, sebelum ke sini, terlebih dahulu kami melakukan survey keadaan sekolah dan menghitung apakah kedatangan kita bisa efektif atau tidak," katanya. Singkat kata, tim Education for Indonesia memutuskan untuk membantu siswa-siswa SDN Wonokalang merenovasi ruang kelas dan memberikan bantuan peralatan sekolah.
Meski total bantuan hanya senilai Rp.10 juta rupiah, namun kedatangan tim Education for Indonesia ke sekolah bermurid 109 siswa mendapatkan respon yang luar biasa. Baik dari pihak sekolah maupun masyakat. "Kami tidak melihat nilainya, namun keinginan baik mereka untuk membantu, sangat kami hargai," kata Hadi Mulyo, Kepala Sekolah SDN Wonokalang pada The Post. Terutama, merenovasi tembok dan atap sekolah yang rusak. Bila hujan tiba, hampir pasti ruang kelas basah karena atap bocor.
Bahkan, ketika angin bertiup kencang, pengelola sekolah terpaksa memulangkan murid-murid karena khawatir tembok sekolah yang berjarak 17 Km dari pusat Kota Sidoarjo itu akan roboh. Ironisnya, selama lima tahun memimpin SDN Wonokalang, tidak pernah ada bantuan uang dari pemerintah daerah untuk memperbaiki tembok sekolah miliknya. "Hanya sekali bantuan uang diberikan, itupun untuk membangun ruang guru dan ruang kepala sekolah, selebihnya tidak ada," katanya.
Bersama guru dan masyarakat sekitar, Anton dan timnya membersihkan ruang kelas, menata bangku hingga menempatkan tanaman di dalam pot. Mereka menyewa tenaga ahli yang juga masyakat setempat untuk merenovasi atap dan tembok kelas. "Prinsipnya, kami ingin anak-anak merasa nyaman di dalam kelas, dengan begitu mereka akan bisa belajar dengan baik," kata Anton. Bila waktu senggang, tim Edication for Indonesia menemani siswa untuk bermain sambil belajar. "Awalnya murid-murid itu agak takut melihat kami yang secara fisik sangat berbeda, lama-lama kami seperti sahabat," jelas Anton.
Maidina Salsa Billa adalah salah satu murid yang senang dengan kedatangan tim Education for Indonesia di sekolahnya. Gadis asli Wonokalang itu mengungkapkan kegembiraannya setelah mendapatkan buku dan alat-alat tulis secara gratis dari "orang bule". "Saya senang dapat peralatan sekolah dari orang bule," katanya pada The Post sambil tersenyum. Senyum serupa yang diberikan kepada Anton yang mengunjunginya Selasa pagi ini.
No comments:
Post a Comment