Press Release
Tak banyak perempuan Indonesia yang pemberani. Jika dulu kita mengenal RA Kartini, di masa ini Indonesia memiliki asset bangsa luar biasa. Dialah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K). Tak berlebihan jika Dr. Siti Fadilah disebut sebagai perempuan pemberani. Sebab berkat gebrakannya yang kontroversial, dia berhasil mereformasi kebijakan WHO yang sudah banyak memunculkan ketidakadilan, terutama bagi negara berkembang. Dalam acara bedah buku karyanya yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah,
Tangan Tuhan Dibalik Virus Flu Burung”, Siti Fadilah mengungkapkan keprihatinannya terhadap tidak transparannya WHO (organisasi kesehatan dunia) dalam menanggapi kasus flu burung. Bedah buku yang dibuka Wakil Rektor III Unair, Prof. Soetjipto, dr., MS., PhD itu digelar di Ruang Garuda Mukti lantai V Gedung Rektorat Universitas Airlangga kemarin, Menkes juga menjelaskan perjuangannya mendobrak ketidaktransparanan WHO dalam mengelola data sequencing virus H5N1.
Menurut dia, terdapat banyak ketidakadilan yang WHO lakukan dalam kasus ini. Diantaranya adalah ketidakadilan WHO dalam mengatur pendistribusian obat-obatan pada keadaan outbreak dan virus sharing yang sangat tidak adil. “Satu hal lagi yang membuat saya marah adalah ketika WHO menyimpulkan klaster yang terjadi di Tanah Karo adalah suatu kejadian penularan antar manusia. Bagaimana bisa organisasi global seperti WHO yang memiliki banyak ahli epidemologi membuat keseimpulan segegabah itu,”jelas Siti Fadilah.
Menurut Siti Fadilah, berita tentang penularan flu burung secara langsung dari manusia ke manusia itu tidak benar. Sebab jika benar, maka korban yang pertama adalah tenaga kesehatan yang merawat mereka. Dan mungkin kematian di daerah korban akan sangat banyak, bisa mencapai puluhan bahkan ribuan orang. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian dari Lembaga Eijkman yang berhasil melakukan sequencing specimen virus H5N1 dari Tanah Karo.
Akibat perisitiwa tersebut, Siti Fadilah pun segera meluncurkan aksi protes keras terhadap WHO. Ia menilai seharusnya masalah tersebut didiskusikan terlebih dahulu sebelum memberi kesimpulan kepada media internasional. Tak hanya itu, Siti Fadilah pun sangat menyayangkan ketidaktransparanan yang dilakukan WHO terhadap distribusi obat Tamiflu. Negara-negara kaya seperti Amerika Serikat menjadikan Tamiflu sebagai stockpiling padahal negara-negara kaya itu tidak mengalami pandemi flu burung. Sehingga pada saat Indonesia dan negara-negara
lain yang terkena kasus flu burung membutuhkan, di pasaran obat ini tidak dijumpai.
Ketidakadilan itu tidak berhenti disitu saja. “Saya sangat heran ketika mendengar para ilmuwan di dunia tidak semuanya bisa mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan di WHO CC. Data yang disimpan di WHO CC ternyata disimpan di Los Alamos, sebuah laboratorium yang berada di bawah Kementerian Energi Amerika Serikat,” ungkap Siti. Laboratorium inilah yang dulunya pernah merancang bom atom Hiroshima. Akibatnya informasi ilmiah itu hanya dikuasai oleh sedikit peneliti saja.
Menghadapi ketidaktransparanan tersebut, Menkes merancang serangkaian aksi. Tanggal 8 Agustus 2006 sejarah dunia mencatat Indonesia menggugat ketidaktransparanan data sequencing tersebut dengan cara mengirim data ke Gene Bank. Awalnya data yang dikirim Indonesia tersebut hanya disimpan di WHO saja. Gebrakan ini pun disambut gembira oleh para ilmuwan seluruh dunia. Semenjak gebrakan yang dilakukan tersebut, laboratorium Los Alamos kabarnya telah ditutup. Namun sayangnya hingga saat ini keberadaan data sequencing virus-virus yang pernah dikirim ke WHO CC tidak diketahui.
Buku tulisan Menkes tersebut juga dibedah oleh empat panelis, yaitu Prof. Rika Subarniati, dr. SKM., Dr.Teguh Sylvaranto,dr,Sp.An KIC; Dr. J.F.Palilingan,dr.SpP(K) dan Drs. Bagong Suyanto, Msi, semuanya dari Universitas Airlangga. Antusiasme peserta terhadap kegigihan Menteri Kesehatan memperjuangkan transparansi WHO telihat cukup tinggi. Di akhir pidatonya Menkes
kelahiran Solo ini mengatakan bahwa saat ini langkah yang harus dilakukan bangsa Indonesia adalah memperkuat kedaulatan. “Hanya negara berdaulat yang mampu menghapus ketidakadilan di muka bumi ini,” tegas menteri.
No comments:
Post a Comment