Iman D. Nugroho
Julukan sebagai Kota Metropolitan ke-2 setelah DKI Jakarta, tidak disia-siakan oleh Surabaya. Usia 715 tahun seperti mendorong pengelola kota semakin mempercepat laju pembangunan. Meski sempat menuai kritik, pertumbuhan property, mall, dan hotel semakin tampak di mana-mana. Sebuah upaya menyalip Jakarta?
DKI Jakarta sepertinya harus bersiap siaga. Keelokan Ibu Kota Indonesia dengan problematikanya itu, sebentar lagi akan “tersaingi” dengan Surabaya, kota terbesar ke-2 di Indonesia. Betapa tidak, di kota berpenduduk 2,7 juta jiwa lebih ini pembangunan seakan berpacu. Mall-mall baru, apartemen dan perumahan mewah plus, sarana dan prasarana menjamur di mana-mana.
Dunia bisnis menjadi ukuran utama. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kota yang mendeklarasikan diri sebagai kota perdagangan ini mau tidak mau mempertajam strategi pembangunan dunia bisnis dengan membentuk Centra Bisnis Distrik (CBD) pada tahun 2000. Ada tujuh CBD dengan karakteristik yang berbeda pula. Mereka tersebar di beberapa daerah, Mulai Kembang Jepun yang merupakan kawasan perdagangan tertua di Surabaya hingga Ngagel, lokasi relokasi daerah industri.
“Regulasi itu memang tidak bisa ditolak, karena kota ini sedang melesat menuju kota yang lebih modern,” kata Wakil Walikota Surabaya Arief Affandi pada The Jakarta Post. Di dalam CDB itu berdapat berbagai pusat kegiatan bisnis. Mulai pusat perbelanjaan, pasar, perbankan, perkantoran modern dan pusat aktivitas bisnis lain. Tidak hanya itu, CBD juga berkolaborasi dengan beberapa pasar yang dikelola secara mandiri.
Seperti Pasar Atum, Pasar Turi, Pasar Keputran, Pasar Pabean dan Pasar Genteng. Tentu saja juga ada mall dan pusat perbelanjaan yang sekaligus menjadi ikon kota Surabaya. Sebut saja Surabaya Plasa, Mal Galaxy, Mal Surabaya, Tunjungan Plasa, Maspion Square, Jembatan Merah Plasa dan Plasa Marina. Juga ada Pakuwon Supermall, Trade Center Pakuwon, Sungkono Trade CenterRoyal Plasa dan City of Tomorrow. “Beberapa pembangunan sentra bisnis lain sudah menunggu, Saya berharap masyarakat bisa memanfaatkan hal itu,” kata Arief Affandi.
Dunia perhotelan pun menjadi item yang tidak bisa dipisahkan dengan Surabaya. Di kota berjuluk Kota Pahlawan ini ada 136 hotel dengan 7261 kamar dengan berbagai kelas, mulai kelas Bintang V berkelas internasional sampai hotel kelas Melati 1. Sebut saja Hotel Majapahit, Hyatt Regency Surabaya, Patra Surabaya Hilton, Shangri-La, Garden Palace, Sheraton Surabaya dan J.W. Marriot.
Sementara hotel Bintang 4 terwakili dengan Surabaya Plaza Hotel, Novotel, Somerset dan Hotel Ibis. Pada 26 Februari 2008, Hotel Mercure Grand Mirama juga ikut menyemarakkan bisnis perhotelan di Surabaya. Hotel di bawah manajemen Acor ini menempati bekas Hotel Mirama yang sudah tidak lagi beroperasi. General Manajer Mercure Neil Gow mengatakan, pilihan untuk Membangun hotel di Surabaya adalah banyaknya permintaan yang selalu melebihi jumlah kamar hotel.
“Hal itu berarti masih ada kemungkinan bisnis hotel di Surabaya akan berkembang pesat,” kata Neil pada The Post. Dugaan itu tidak meleset. Dari setahun lebih beroperasi jumlah tamu yang menginap di Hotel Mercure Grand Mirama lebih dari 80 persen. Neil bahkan memastikan, dibanding tiga hotel bintang 4 lainnya, hotelnya tergolong lebih unggul dibidang occupancy. “Sejauh yang kami tahu, kami masih leading dibandingkan hotel bitang 4 lainnya,” katanya.
Meski tergolong maju, namun secara geografis, hotel di Surabaya masih tersentral di Surabaya Pusat. Namun, perhotelan tetap menjadi ladang menyerapan sumber daya manusia (SDM) yang baik. Dalam catatan Badan Pusat Statistik Kota Surabaya tahun 2006, bisnis perhotelan di Surabaya menyerap 8130 tenaga kerja.
Selain bisnis property, bisnis perumahan dan apartemen juga menunjukkan tren meningkat di Surabaya. Beberapa perumahan kelas atas yang ada di Surabaya menunjukkan peningkatan penjualan. Sebut saja Wisata Bukit, Araya Bumi Mega, Taman Dayu dan Perumahan Pakuwon. Masing-masing memiliki trens penjualan di atas 30 persen. Hal senada juga terjadi di bisnis apartemen.
Gaya hidup masyarakat Surabaya yang hampir sama dengan Jakarta membuat bisnis apartemen juga bergairah. Apalagi, dengan keterbatasan lahan untuk pembangunan rumah namun di sisi yang lain, kebutuhan untuk tetap tinggal di sekitar perkotaan. “Karena dia faktor itulah Pakuwon Groups berani membangun apartemen di Surabaya,” kata Sugema Nagasakti, Promotion Manager Pakuwon Groups pada The Jakarta Post. Perusahaan tempatnya bekerja memiliki dua kompleks apartemen, Grande Water Palace dan East Cost Residence.
Sugema menjelaskan, di Grande Water Palace yang memiliki 2000 unit apartemen di enam tower, hampir seluruhnya sudah terjual. Meskipun harga masing-masing unitnya tergolong tinggi, sekitar Rp.400 juta. “Bisa dibilang, sudah 90 persen dari seluruh unit terjual dan diserahterimakan pada September 2008 mendatang,” katanya.
Karena kondisi itulah, tidak berlebihan bila kemudian agen property ternama seperti Century 21 Indonesia membuka 12 kantor cabangnya di Surabaya. Berdasarkan informasi yang dimiliki The Jakata Post, penjualan property di Surabaya memiliki nilai yang hampir sama dengan Jabodetabek. Besar kemungkinan, nilai penjualan itu akan melambung tinggi melebihi Jabodetabek.
Persoalan gaya hidup itu juga yang membuat bisnis tempat hiburan dan international fashion brands di Surabaya ikut menanjak. Sebut saja café, karaoke, dan diskotik dengan berbagai kelas. Terletak di pusat kota, ada 10 kafe kelas atas yang menjadi pilihan. Begitu juga dengan 13 diskotik yang setiap malam menyajikan hiburan kaum perkotaan.
Begitulah, Surabaya memang sedang melesat. Dengan visi pembangunan yang Cerdas dan Peduli, Surabaya dalam bidang bisnis, Surabaya berusaha untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan arus perdagangan barang dan jasa dalam skala regional maupun internasional. Tentu saja dengan memadukan
wilayah wilayah perkotaan Surabaya (Greater Surabaya) dalam suatu sistem tata ruang yang terintegrasi didukung infrastruktur, sistem transportasi dan sistem Teknologi Informasi yang memadai. Tak heran bila Surabaya semakin seksi untuk dunia bisnis.
No comments:
Post a Comment