Perjalanan pemenang Olimpiade Sains Nasional (OSN) ke-VI untuk bisa menjadi peraih medali dalam Olimpiade Sains Internasional akan cukup berat. Bukan hanya karena kemampuan peserta dari negara lain yang jauh di atas peserta olimpiade sains Indonesia, namun standarisasi OSN yang berada jauh di bawah Olimpiade Sains Nasional juga menjadi persoalan tersendiri.
Hal itu dikatakan Ketua Tim Juri OSN ke-VI bidang Komputer dan Informatika, Suryana Setyawan pada The Jakarta Post, Rabu (5/9) ini. Suryana menjelaskan, dalam bidang Komputer dan Informatika yang dilombakan di OSN memiliki bobot soal yang jauh lebih ringan dari Olimpiade Sains Internasional dalam bidang yang sama.
“Karena itu, juara dalam OSN dalam bidang apapun, termasuk Komputer dan Informatika, tidak langsung bisa diikutkan pada Olimpiade Sains Internasional karena hampir pasti nilai mereka akan nol, karena bobot soal di Olimpiade Sains Internasional jauh lebih tinggi,” kata Suryana. Untuk itu perlu adanya mekanisme Pelatihan Nasional (Pelatnas) bagi peserta olimpiade sains internasional.
Dalam Pelatnas itu, pemenang OSN akan digembleng dengan materi-materi baru dan lebih mendalam. Bahkan sampai materi-materi yang setingkat dengan materi Sarjana S1, atau bahkan lebih. “Soal-soal yang ada di Olimpiade Sains Internasional setingkat SMA sudah setingkat materi sarjana, dan hal itu tidak diajarkan di sekolah menengah di Indonesia,” kata Suryana.
Dalam pembukaan Olimpiade Sains Nasional ke-VI yang berlangsung di Surabaya Selasa-Kamis (4-6/9), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. DR. Bambang Sudibyo mengatakan standart soal pada OSN ke-VI sudah disetarakan dengan Olimpiade Sains Internasional. Salah satu tujuannya, agar pemenang OSN bisa langsung berkiprah dalam tingkat dunia.
Dalam perhelatan yang diikuti oleh 1182 peserta setingkat SD/SMP dan SMA itu, Kontingen Jawa Tengah mengirimkan peserta paling banyak, sejumlah 111 siswa. Disusul DKI Jakarta dengan 97 siswa dan Jawa Timur sejumlah 70 orang. Semuanya akan berlomba dalam delapan mata pelajaran. IPA, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Astronomi, Komputer dan Ekonomi. Jawa Tengah, sebagai Juara Umum pada OSN ke-V lalu, bertekad mempertahankan gelar juara.
Suryana Setyawan mengungkapkan, salah satu alasan tidak samanya standarisasi OSN dengan Olimpiade Sains Internasional adalah kemampuan siswa yang tidak merata. Para siswa dari kota-kota besar yang ada di Jawa misalnya, seperti Jakarta, Jogjakarta, Bandung dan Surabaya misalnya, memiliki kesempatan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih lengkap dari pada siswa di luar Jawa. Kondisi itulah yang membuat pembuat soal OSN harus memilih soal-soal yang tingkat kesulitannya tingkat Medium.
Didi Supriyadi, peserta OSN ke-VI mata pelajaran Ekonomi asal Tegal Jawa Tengah mengaku sudah memperlajari jenis soal yang sama sebelum berlaga di Surabaya. Meski begitu, dia mengaku masih kesulitan dengan soal-soal yang dilombakan di OSN. “Perlu ada logika-logika peserta, tidak semuanya text book, yah,..mudah-mudahan berhasil,” kata Didi, Siswa SMA I Tegal Jateng ini pada The Post.
Irwan Yahya siswa SMA St. Aloysius Bandung yang merupakan peserta OSN untuk ketagori Komputer dan Informatika mengungkapkan, dari empat soal yang diberikan, dua di antaranya adalah soal yang mudah, sementara dua lain cukup sulit. “Meski sulit tapi saya bisa mengerjakan, yah minimal medali perunggu lah,..haha,” kata Irwan yang dalam seleksi tingkat Provinsi menduduki peringkat pertama serta diprediksi menjadi salah satu pemenang ini.
Berbeda dengan Didi dan Irwan, Azlan Indra dari Riau mengaku kesulitan saat mengerjakan soal yang diberikan kepadanya. Meskipun dirinya sudah mengaku mendapatkan pelatihan terlebih dahulu sebelum berangkat ke Surabaya. “Wah,..saya kesulitan, karena yang dilombakan berbeda dengan yang dipelajari di sekolah,” katanya.
No comments:
Post a Comment