Tiba-tiba tangan Didik memegang ujung Benteng berwarna hitam. Menggesernya ke kanan, mendekati Raja berwarna putih. “Skak mat!” kata Didik bersemangat, sambil tangannya menekan panel jam catur bermerk Jerger Schachuhr. Cholil terperangah. Memegang ujung buah catur Raja dan menggulingkannya tanda menyerah. Didik pun tampil sebagai pemenang.
Pertarungan Didik dan Cholil Kamis (30/8) sore kemarin adalah salah satu aktivitas yang dilakukan di Warung Catur Surabaya. Setiap hari, di warung yang terletak di Jl. Bratang Wetan Surabaya itu berlangsung bertandingan catur. Berbeda dengan pertandingan catur yang biasanya dilakukan sambil lalu, pertandingan catur di Warung Catur Surabaya adalah salah satu “fasilitas” yang disediakan secara khusus oleh warung itu.
Karena itulah, warung Catur Surabaya bisa jadi adalah satu-satunya warung di Indonesia yang menjadikan permainan catur sebagai menu utama. Di warung seluas 200 meter persegi ini, pengunjung bisa menikmati snack dan soft drink sambil bermain catur sepuasnya. “Seperti namanya, di warung inilah pengunjung bisa bermain catur sepuas mungkin, meski hanya memberi secangkir kopi,” kata Wijaya Rusli, pengelola Warung Catur Surabaya.
Kehadiran Warung Catur di Surabaya tidak bisa dilepaskan dari peran Antonius Harianto. Antonius yang juga Sekretaris Umum Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Jawa Timur itu adalah orang yang merelakan rumah miliknya di Kawasan Bratang Wetan Surabaya digunakan sebagai warung catur. Ide itu bersambut ketika dilontarkan kepada Wijaya Rusli. Pada 17 Januari 2007, Warung Catur Surabaya pun resmi dibuka.
Hebatnya, meski hanya mendeklarasikan diri sebagai warung dengan modal usaha hanya senilai Rp.2-3 juta, namun Warung Catur Surabaya memiliki agenda jangka panjang yang cukup menantang. Yakni menjaring pecatur-pecatur muda handal dan membangun sekolah catur. Meski dengan cara yang sederhana, yakni mendata pecatur-pecatur yang sering mangkal di tempat itu, dan membentuk sebuah klub catur. Melalui klub catur itulah diperkenalkan aturan-aturan internasional dalam dunia catur.
Seperti penggunaan jam catur bermerk Jerger Schachuhr buatan jerman, hingga melakukan pencatatan (notasi) setiap pertandingan catur. Notasi itu digunakan sebagai sarana mengevakuasi tiap pertandingan yang sudah dilakukan. “Para pecatur akan mengetahui perjalanan pertandingan, termasuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan dan berharap bisa meningkatkan kemampuan pada pertandingan selanjutnya,” ungkap Wijaya.
Dalam waktu yang bersamaan, pecatur muda ditawari untuk belajar lebih jauh tentang catur. Hingga saat ini, jumlah pemain-pemain muda yang menyatakan tertarik untuk belajar catur tergolong banyak. Diperkirakan, pada tahun depan sekolah catur itu akan berdiri.
Selain itu, Warung Catur juga menggelar berbagai event pertandingan catur. Paling tidak, dalam satu tahun, Warung Catur akan menggelar dua pertandingan besar non master. Selama delapan bulan berdiri saja, sudah dua event catur digelar di luar Surabaya. Seperti di Gresik dan Sidoarjo. “Hanya pertandingan catur non master saja, tapi cukup membanggakan bagi kami, karena yang ikut hingga ratusan orang,” ungkap Wijaya. Para pemenang pertandingan non master itu kemudian akan didorong untuk berani beradu nyali dalam pertandingan catur Kategori yang menentukan predikat Master Nasional.
Didik S. Projo, Cholil dan Suhadi adalah penggemar catur yang merasakan manfaat bermain catur di Warung Catur itu. Didik yang sehari-hari adalah pegawai di salah satu perusahaan swasta itu mengaku kehadiran Warung Catur seakan memberi ruang kepada dirinya untuk merealisasikan hobby bermain caturnya. Hampir setiap hari, terutama saat jam makan siang tiba, Didik selalu mampir ke Warung Catur. “Di sela-sela makan siang, saya bermain catur,” kata Didik yang pada Juli 2007 lalu berhasil meraih gelar Master pada pertandingan catur di Surabaya ini.
No comments:
Post a Comment