Debu yang menempel di furniture baru milik Pondok Pesantren Al Fauzan sontak beterbangan, ketika kain lap Sholihin, menyapu permukaannya. Mata anak berusia 12 tahun itu memicing, menghindari sebagian debu yang melayang ke arahnya. Satu persatu, bangku-bangku baru milik sekolah yang Rabu (1/8) ini diresmikan penggunaannya itu dibersihkan hingga mengkilap. "Kalau sekolah ini sudah dibuka, saya mau sekolah di sini," kata Sholihin bersemangat.
Rabu siang Jl. Slamet Wardoyo Gang Mbah Fauzan tampak ramai. Jalan buntu menuju Pondok Pesantren Al Fauzan yang pada hari biasanya lengang, pada hari itu tampak ceria dengan spanduk dan umbul-umbul beraneka warna. Di pinggir jalan yang baru saja diratakan itu, puluhan anak-anak berjajar jalan sambil membawa bendera Indonesia berukuran kecil. Di sisi jalan yang lain, dengan berpakaian rapih, ratusan warga bergerombol. Di sela-sela masyarakat sipl itu, aparat keamanan berjaga-jaga. Hari inilah, Duta Besar Australia untuk Indonesia Bill Farmer hadir di Pondok Pesantren Al Fauzan untuk meresmikan bangunan baru.
Bagi masyarakat Lumajang, kedatanngan Bill Farmer ke kota yang terkenal dengan sebutan Kota Pisang Tanduk ini adalah berita besar. Apalagi, kedatangan perwakilan Pemerintah Australia di Indonesia ini untuk meresmikan bangunan baru yang merupakan pemekaran pondok pesantren Al Fauzan. Sebuah pondok salafiyah (tradisional) di Lumajang. “I feel greatly honoured to be here at the opening of these 46 Masdrasah, including Al Fauzan,” kata Bill Farmer dalam sambutannya.
Duta Besar Australia Bill Farmer mengakui bahwa bantuan ini sekaligus menjadi bukti bahwa Pemerintah Australia juga mengakui kemajemukan masyarakat Indonesia , yang memiliki karakter kemajemukan seperti halnya Australia . Jumlah masyarakat muslim di Australia pun tergolong cukup besar. “As your neighbour, we engange with Indonesia in all its rich diversity, including Moslem community,” kata Bill Farmer.
Ke 46 sekolah baru itu adalah sebagian dari realisasi bantuan program Pemerintah Australia pada Indonesia yang dikemas dalam The Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP). Jumlah total dana yang diterima Pemerintah Indonesia dalam bentuk loan fund dan Gran fund itu senilai A$355 juta. Diperkirakan, pada tahun 2009, dana sebanyak itu akan mampu menghasilkan 2000 sekolah baru dan sekolah renovasi. Atau menampung sebanyak 330 ribu siswa sekolah menengah baru di Indonesia .
Sekolah Miskin
Pondok Pesantren Al Fauzan adalah satu dari penerima bantuan itu. KH. Agus Nurmajedi ketua Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Al Fauzan mengatakan, pihaknya menerima bantuan sebesar Rp.1,014 miliar. “Dana itu kami gunakan untuk membangun gedung Madrasah Tsanawiyah (MTs)yang selama ini belum kami punyai,” kata KH. Agus Nurmajedi pada The Jakarta Post. Rencananya, MTs Al Fauzan akan dijadikan satu atap dengan Pondok Pesantren Al Fauzan. “Sekaligus menjadi salah bentuk pendidikan formal bagi santri-santri Ponpes Al Fauzan,” katanya.
Pemilihan Ponpes Al Fauzan sebagai salah satu penerima bantuan AIBEP bukan tanpa alasan. KH. Agus Nurmajedi menyadari, kondisi fasilitas pendidikan yang serba terbatas di Labruk Lor Lumajang itulah membuat Yayasan Al Fauzan dianggap layak menerima bantuan. Kondisi itu juga yang membuat masyarakat Lambruk Lor, terutama pada lulusan sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI), tidak bisa melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), karena sekolah yang dimaksud tidak ada di kawasan itu. Sekolah terdekat, MTs Mubarok berjarak 5 KM dari Lambruk Lor. Sebuah jarak yang cukup jauh untuk daerah yang minim seperti Lumajang.
Secara kebetulan, sebuah tanah wakaf (tanah sumbangan) milik salah satu penduduk setempat pada Yayawan Al Fauzan, memiliki posisi geografis dan kontur tanah yang cocok untuk digunakan sebagai lokasi bangunan baru. “Pada Februari 2007 lalu pemmbangunan mulai dilakukan, dan seperti yang anda lihat sekarang, sudah hampir dibangun seluruh ruangan seperti yang direncanakan,” kata KH. Agus Nurmajedi. Mulai enam ruang kelas, ruang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), laboratorium, resource center hingga toilet.
Hadirnya MTs dan Ponpes Al Fauzan adalah harapan bagi masyarakat Lambruk Lor, terutama yang hidup digaris kemiskinan. Sugiyanti adalah salah satunya. Merempuan 48 tahun yang tinggal tepat di depan MTs Al Fauzan ini adalah single parent dengan lima anak. Tiga diantaranya terpaksa tidak melanjutkan sekolah SMP karena tidak memiliki biaya. “Sejak suami saya pergi, tidak ada lagi biaya untuk anak saya, makanya saya tidak bisa menolak ketika mereka terpaksa berhenti sekolah,” kata Sugiyanti pada The Jakarta Post.
Untuk itu, MTs Al Fauzan adalah salah satu sandarannya untuk bisa meneruskan sekolah anak keempatnya, Siti Maimunah dan Fitri Nurjannah yang kini duduk di bangku Sekolah Sekolah (SD). “Saya tidak ingin Siti dan Fitri putus sekolah, saya akan berbuat semaksimal mungkin untuk membuat mereka tetap bisa sekolah,” kata perempuan yang sehari-harinya berjual snack ini dengan mata beerkaca-kaca.
Image Negatif
Namun meskipun tampak bergelimang dengan fasilitas, KH. Agus Nurmajedi menyadari, menerima dana dari Australia bukan tanpa resiko. Terutama resiko untuk mendapatkan cap buruk sebagai ponpes yang pro-Australia. Bahkan dikendalikan oleh barat. Namun, KH. Agus Nurmajedi menilai, bantuan ini sengaja diterima karena pihaknya melihat Pemerintah Australia tidak turut campur dalam urusan kurikulum. “Saya melihatnya seperti itu, kurikulum khas ponpes seperti pembacaan Kitab Kuning, Nahwu-Sorof (gramatikan bahasa Arab) dll, tetap kami pertahankan, ditambah dengan kurikulum pendidikan formal yang distandartkan secara nasional,” katanya.
KH. Agus mengatakan menceritakan, usai ditetapkan sebagai salah satu penerima bantuan dari Pemerintah Australia , dirinya sudah mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat, termasuk kepada sesame pengasuh ponpes lain yang ada di Lumajang. Dalam sosialisasi di para pengasuh ponpes menyambut baik penerimaan bantuan itu oleh Al Fauzan. Bahkan, tahun 2007 ini akan ada 15 pondok pesantren di Lumajang yang memberikan proposal kepada Departemen Agama RI untuk mendapatkan bantuan yang sama.
Banyaknya kesempatan mendapatkan dana untuk para sekolah yang miskin faslilitas, tidak lantas memgesampingkan faktor ketertiban pelaporan keuangan. Sekjen Depag RI Mahrul Hayat menggaris bawahi perlunya kontroli yang tegas pada penggunaan dana itu. Karena alasan itu juga dalam realisasi pengucuran dana Pemerintah Australia kali ini, Depag menyiapkan lembaga konsultan yang bertugas mengontrol penggunaan dana.
hmmmmmm.....ada bantuan ada maunya (kepentingan?). Australia mengalami kekhawatiran terhadap meluasnya radikal islam kanan (alias terorisme),karena itu ia membuat program untuk pluralisme terhadap semua sektor kehidupan yang mungkin untuk menghidupkan semangat humanisme universal. Saya setuju dengan kegiatan ini, hehehe....daripada menyakiti dan membunuh orang lain.
ReplyDeleteBerdikari = Merdeka
ReplyDelete