Aksi pembunuhan Herlyanto terjadi Sabtu 29 April tahun 2006 malam. Di tengah hutan jati jalan tembus Desa Tulopari Kecamatan Tiris menuju ke Desa Tarokan Kecamatan Banyuanyar, laki-laki yang akrab dipanggil Hery ini ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Tubuh ayah dua anak itu bersimbah darah, dengan sembilan luka bacokan benda tajam. Mulai punggung, perut hingga kepalanya. Saksi mata mengatakan, sebelum dibunuh korban sengaja dibuntuti oleh beberapa orang.
Hasil investigasi Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Indonesia menyebutkan, kematian Herlyanto berlatar belakang berita yang ditulisnya. Hal itu terlihat dari hilangnya bloknote dan handphone korban, di awal peristiwa itu terjadi. Hasil investigasi itu pula yang kemudian menjadi dasar organisasi wartawan internasional International Federation of Journalist (IFJ), Reporter Without Border dan United Nation of Education Sosial and Cultural Organisation (UNESCO) PBB ikut pengutuk peristiwa itu.
Kelambatan polisi untuk mengusut kasus pembunuhan Herlyanto itulah yang mendorong istri Herlyanto, Samudiana mengadu ke dengan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim Wijaya Purbaya. Dalam pertemuan di Mapolda Jatim itu, Samudiana yang ditemani Ulin Nusron dari AJI Indonesia dan Hendrayana dari LBH Pers Jakarta meminta Polda untuk lebih cepat membongkar kasus ini.
"Keluarga kami hanya ingin peristiwa ini diungkap tuntas, kami tidak tahu harus mengadu pada siapa," kata Samudiana terbata-bata. Herlyanto, menurut Samudiana adalah tulang punggung ekonomi keluarga.
Terutama untuk membiayai Noer Rizka Septian Tina (17) dan Dwi Rizki Wali Hakiki (10) dua anaknya yang kini bersekolah di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo. Samudiana minta seluruh masyarakat ikut membantu pengungkapan kasus pembunuhan suaminya. "Saya terkenang bagaimana suami saya sangat ingin anaknya menjadi perawat,..." katanya terhenti.
Hendrayana dari LBH Pers Jakarta menilai ada peningkatan kasus kekerasan pada wartawan. Dan hal ini tidak bisa dibiarkan. "Harus ada percepatan dalam upaya mendorong terbukanya tabir pembunuhan-pembunuhan itu," katanya. Kapolri dan wartawan, kata Hendrayana harus konsisten memberitakan peristiwa kekerasan pada wartawan sampai tuntas.
Sementara Ulin Nusron dari AJI Indonesia mencatat pergantian pemerintah tidak berarti ada pergantian nasib wartawan. Karena siapapun pemerintahannya, semua tidak becus mengusut kekerasan pada wartawan. "Ingat kasus Udin wartawan Bernas dan pembunuhan wartawan di Pulau Nias, kasus-kasus itu sama-sama tidak terungkap," katanya.
Masyarakat tidak butuh lagi janji-janji polisi tanpa ada ujung kasus yang jelas. AJI Indonesia telah menggalang opini internasional hingga akhirnya menjadi record kasus kekerasan secara internasional. "Kalau polisi tidak berani mengungkap berarti ikut memperburuk track record Indonesia di mata internasional," tegas Ulin.
Wartawan Probolinggo yang juga sahabat Herlyanto, Sahudi mengatakan, latar belakang pembunuhan Herlyanto tidak bisa dilepaskan dalam dua berita yang ditulisnya. Dua minggu sebelum meninggal, kata Saudi, Herly menulis kasus tentang penjualan air proyek PDAM dan perkembangan kasus jembatan ambruk. "Ada juga kasus tentang pemalsuan tanda tangan, tapi menurut sumber polisi, kematian itu berhubungan dengan tulisan tentang penyelewengan dana biaya operasional sekolah (BOS)," kata Sahudi.
Tidak hanya itu, polisi sempat menuding ada empat orang yang dicurigai sebagai pelaku. Masing-masing pelaku mendapat Rp 1 juta. "Namun polisi masih enggan menyebut nama pelaku yang saat ini sedang dikejar hingga ke luar kota," katanya.
Kepada The Jakarta Post, Kasat Reskrim Polres Probolinggo Syamsul Arifin mengatakan, empat orang yang satu diantaranya diduga sebagai otak pembuhan itu diperkirakan melarikan diri ke luar pulau Jawa. "Ada informasi yang menyebutkan keempat orang itu lari ke Bali, sebagian lagi lari ke Kalimantan, terus kita kejar," kata Syamsul pada The Post.
Syamsul meyakini, keempat orang itu adalah tokoh kunci pembunuhan Hery. Bila keempatnya tertangkap, akan terungkap lebih gamblang skenario pembunuhan itu. "Pengembangan akan lebih mudah, bila keempat orang buronan itu tertangkap, karena melalui keempat orang itulah bisa merujuk ke tokoh kunci penggagas pembunuhan," jelasnya.
Selain Herlyanto, dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya ada peristiwa kekerasan lain yang menjadi catatan hitam pers di Indonesia. Yaitu kasus pemukulan dua wartawan televisi, Sandi Irwanto dari ANTV dan Adreas dari TPI oleh petugas satpam Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya. Juga penyerangan beberapa wartawan oleh satpam Relief Well I Lapindo Brantas Inc.
No comments:
Post a Comment