Teks Foto: Salah satu naskah yang dipajang di dalam pameran naskah kuno di House of Sampoerna Surabaya.
Rahwana Murka. Goh Muka, utusan Prabu Danaraja, kakak tiri Dewi Widowati pun dibunuhnya. Gara-gara Raja Kerajaan Alengka ini tersinggung dengan isi surat Danaraja yang diantarkan oleh Goh Muka. Surat itu berisi nasehat Danaraja untuk Rahwana agar tidak menikahi Dewi Widowati. Tidak hanya itu, Raja Rahwana dan bala tentaranya menyerang Kerajaan Lokapala yang dipimpin oleh Danaraja.
Rahwana tidak sendirian. Ia dibantu oleh Gurunya, Subali. Sementara Danaraja yang merasa diserang, meminta bantuan guru Wisnungkara serta sang paman Kisrahwana. Perang pun tidak terelakkan. Bumi bergetar. Rahwana dan pasukannya berhasil mengobrak-abrik Kerajaan Lokapala. Wisnungkara dan Kisrahwana pun terbunuh. Raja Danaraja terdesak. Saat itulah, Dewa Batara Narada turun dari kayangan dan melerai menghentikan perang itu.
Batara Narada meminta Raja Danaraja untuk mengalah. Danaraja pun menurut. Kerajaan Lokapala dan seisinya berhasil dikuasai oleh Rahwana. Sialnya, raksasa buruk rupa ini tidak menemukan Dewi Widowati yang telah melarikan diri entah kemana. Sejak saat itu, Rahawana bersumpah untuk terus mencari Dewi Widowati yang disebut-sebut sebagai titisan Dewi Sri.
Cerita Rahwana mencari Dewi Widowati itu adalah salah satu penggalan cerita yang termuat di Rama Sungging, sebuah naskah asli yang dipamerkan di House of Sampoerna, 19 April-13 Mei. Rama Sungging adalah salah satu peninggalan sejarah pewayangan jenis "sungging" atau gambar yang bercerita tentang kisah awal terjadinya epos Ramayana. Biasa disebut cerita nenek moyang Rahwana di Kerajaan Lokapala.
Rama Sungging memiliki tiga arus besar cerita pra Ramayana. Cerita pertama tentang Cupu Manik Astagina, benda karamat yang dimiliki Dewi Windradi, hasil pemberian Dewa Batara Surya. Dalam Cupu Manik Astagina ini terdapat rahasia alam nyata dan alam khayangan. Cerita kedua tentang Sastra Jendra, kisah tentang pemerangan antara Raja Lokapala, Prabu Danaraja dan ayahnya, Begawan Wisrawa. Peperangan itu dipicu oleh pernikahan Wisrawa dengan Dewi Sukesi, perempuan yang dicintai Prabu Danaraja. Yang terakhir, cerita Rahwana mencari Dewi Widowati.
Naskah Rama Sungging yang dipamerkan ini adalah milik Bentara Budaya Yogyakarta. Naskah bernilai sejarah tinggi ini didapatkan dari seorang pencinta buku asal Jakarta yang enggan disebutkan namanya. Rama Sungging didapatkan pertama kali tahun 2006 dalam keadaan tidak terawat. Dari penelitian Bentara Budaya Yogyakarta, buku ini diperkirakan dibuat sekitar abad ke-18.
Terutama dari kertas yang digunakan. Logo bergambar singa dalam lingkaran dengan tulisan Concordia, merupakan kertas buatan Belanda yang digunakan abad 18 dan 19. Coretan huruf jawa atau dikenal dengan Honocoroko bersanding dengan gambar wayang. Diperkirakan, tulisan berbahasa Sansakerta dan gambar-gambar wayang itu dibuat oleh pujangga atau juru sungging keraton. Karena pada masa itu, hanya keraton yang memiliki jalur dengan Pemerintah Belanda yang menyediakan kertas.
Hanya saja, berbeda dengan naskah "sungging" yang pernah ada dan dimiliki keraton, Rama Sungging kali ini memiliki karakter yang lebih ekspresif. Tidak ada kesan "tumbar" atau cara penulisan huruf jawa yang bulat dan lancip, khas keraton. Melainkan dengan coretan-coretan tidak teratur. "Dari bentuk huruf dan bahasa Sansekerta yang digunakan, ini adalah naskah kuno," kata Surono, Persatuan Pedalang Indonesia yang hadir di House of Sampoerna.
Begitu juga dengan sunggingan (gambaran) yang ada di Rama Sungging. Gambar yang ada di naskah ini adalah jenis wayang purwa dengan tiga karakter penggambaran yang berbeda. Dalam cerita Cupu Manik Astagina misalnya, wayangnya digambarkan memiliki bentuk tubuh sama seperti manusia. Sementara dalam dua cerita lain memiliki karakter wayang yang hampir sama dengan wayang kulit yang ada sekarang.
Bagian tubuhnya lebih panjang. Meskipun terdapat dua goresan yang berbeda pula. "Jenis gambar seperti ini, adalah gambar Jawa Timuran, lihat saja bentuk kumis yang melingkar dan keris yang sebagian letaknya di bagian depan," kata Surono. Hanya saja, Surono melihat masih tajamnya gambar dengan warna-warna serta adanya goresan pensil memunculkan keraguan atas kekunoan naskah Romo Sungging. "Apakah pada jaman sungging ini dibuat sudah ada pensil dan warna," katanya.
No comments:
Post a Comment